daftar blog gratis penghasil uang


Search

Selasa, 02 Maret 2010

BATAS RESIDU PESTIDA

Penggunaan pestisida dalam proses produksi pertanian dapat mengakibatkan terdapatnya residu pestisida pada hasil pertanian. Residu itu dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu untuk mencegah dan melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan terjadinya bahaya pestisida, maka perlu ditetapkan batas maksimum residu (BMR) pestisida pada hasil pertanian atau biasa disebut BMR.

Untuk mengikuti perkembangan penggunaan atau aplikasi pestisida, pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah Membentuk Kelompok Kerja Batas Maksimum Residu Pestisida. Tugas Kelompok Kerja tersebut adalah: 1) Melakukan evaluasi dan menyusun kembali ketetapan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian; 2) Merumuskan standar dan metode kegiatan-kegiatan penelitian untuk penentuan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian; 3) Menyusun usulan tentang mekanisme dan prosedur penerapan batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian; 4) Melakukan inventarisasi, evaluasi dan rekomendasi mengenai jaringan nasional lembaga pengujian dan sertifikasi residu pestisida pada hasil pertanian.


Standar Codex tentang residu pestisida menyatakan bahwa Batas Maksimum Residu pestisida (BMR) adalah konsentrasi maksimum residu pestisida (dalam mg/kg), yang direkomendasikan oleh Codex Allimentarius Commission untuk diijinkan terdapat pada komoditi pertanian termasuk pakan ternak. Dalam penetapan BMR harus didukung dengan data yang berdasarkan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan/ Scientific evidence dan mengutamakan keamanan dan kesehatan pada manusia. BMR ditetapkan melalui Joint FAO/WHO Meeting on Pesticide Residues (JMPR) yang bersidang setiap dua tahunnya untuk menentukan level residu yang dapat ditoleransi toxisitasnya.

Menurut JMPR maka Batas Maksimum Residu pestisida diestimasikan berdasarkan asesmen (kemungkinan) resiko residu pestisida seperti : pertama, asesmen toksikologik terhadap pestisida dan residu pestisida dalam pangan yang berasal dari komoditas pertanian dengan tujuan menetapkan BMR yang dapat diterima secara toksikologik, baik toksisitas kronik (asupan per hari yang dapat diterima/ ADI dan akut ( dosis referensi/ RfD)

Kedua, asessmen paparan residu pestisida di lahan produksi komoditas pertanian melalui review data residu pestisida yang berasal dari data percobaan residu. Ketiga, pestisida tersupervisi (supervised pesticide residue trial) dengan cara aplikasi pestisida menurut panduan nasional cara berbudidaya yang baik dan benar/Good Agricultural Practices agar dapat merefleksikan praktek penggunaan pestisida secara nasional.
Data yang direview termasuk data percobaan residu pestisida tersupervisi dengan dosis aplikasi tertinggi yang direkomendasikan secara nasional. Di samping tingkat residu pestisida terestimasi dari berbagai bahan pangan penyusun pola diet pada tingkat internasional dibandingkan terhadap asupan per hari yang dapat diterima (ADI) atau dosis referensi (RfD). Sehingga BMR ditetapkan apabila perbandingan antara rekomendasi nasional dengan ADI/ RfD menunjukkan aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Masih banyak permasalahan penerapan BMR di Indonesia mengingat sudah sejauhmana penerapan secara teknis dilakukan dan apakah telah sesuai dengan kondisi di Indonesia ? Hal ini mengingat infrastruktur dalam penerapan BMR masih harus diprioritaskan, demikian pula kesiapan laboratorium analisis residu pestisida agar mampu melakukan analisis dalam kisaran kelumit/ trace analysis pada matriks sampel yang kompleks, selain perlunya kesiapan SDM yang mengerti dan mampu melakukan analisis kelumit tersebut.

Sumber : tabloid sinar tani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar