daftar blog gratis penghasil uang


Search

Kamis, 18 Februari 2010

SLPTT jagung

1.PENDAHULUAN
Produksi jagung masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan produktivitas
dan perluasan areal tanam, terutama di luar Jawa. Dewasa ini luas areal
panen jagung nasional baru sekitar 3,60 juta ha dengan produktivitas 3,40
ton/ha. Sementara produktivitas jagung di tingkat penelitian berkisar antara
4,0-9,0 ton/ha, bergantung pada kondisi lahan, lingkungan setempat, dan
teknologi yang diterapkan.
Di Indonesia, jagung ditanam pada agroekosistem yang beragam, mulai
dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai berproduktivitas
rendah (lahan suboptimal dan marjinal). Karena itu diperlukan
teknologi produksi spesifik lokasi, sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat.
Pengembangan jagung di lahan sawah pada musim kemarau
merupakan langkah yang strategis, karena dapat mengurangi defisit pasokan
produksi yang umumnya terjadi pada musim kemarau, kualitas hasil panen
umumnya lebih tinggi, dan harga jagung pada saat itu juga relatif tinggi.
Selama ini komponen teknologi budi daya jagung diterapkan secara
parsial, terutama pada lahan berproduktivitas rendah, sehingga tidak
memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan produksi.
Memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang atau
bersifat sinergis diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi
sistem produksi jagung.
Melalui penelitian dalam jangka panjang, Badan Litbang Pertanian telah
menghasilkan berbagai komponen teknologi jagung. Penerapan komponenkompoen
teknologi tersebut dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) ternyata mampu meningkatkan produkivitas dan efisiensi
usahatani, sehingga berujung pada peningkatan pendapatan. Di beberapa
lahan sawah tadah hujan di Sulawesi Selatan, misalnya, pengembangan
jagung dengan pendekatan PTT dalam hamparan dengan luas minimal 5
ha memberikan hasil 5,4-7,3 ton/ha. Sebelumnya, lahan suboptimal tersebut
biasanya diberakan setelah panen padi.
Belajar dari pengalaman dalam penelitian pada beberapa lokasi di
Indonesia, pengembangan inovasi teknologi jagung dengan pendekatan
PTT diperkirakan mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi
peningkatan produksi nasional.
2. PENGERTIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT)
PTT adalah model atau pendekatan dalam budi daya yang mengutamakan
pengelolaan tanaman, lahan, air, dan organisme pengganggu tanaman
(OPT) secara terpadu dan bersifat spesifik lokasi. Dengan demikian, PTT
bukan paket teknologi.
PTT jagung bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
produktivitas jagung secara berkelanjutan dan meningkatkan efisiensi
produksi. Pengembangan PTT di suatu lokasi senantiasa memperhatikan
kondisi sumber daya setempat, sehingga teknologi yang diterapkan di suatu
lokasi dapat berbeda dengan lokasi yang lain. Dengan demikian teknologi
yang diterapkan dengan pendekatan PTT bersifat sinergistik dan spesifik
lokasi.
Sesuai dengan masalah yang ada di lokasi setempat, komponen
teknologi yang dapat dikembangkan dalam PTT jagung antara lain varietas
unggul, benih bermutu, penyiapan lahan hemat tenaga, populasi tanaman
optimal, pemupukan yang efisien, pengendalian OPT dengan mengutamakan
aspek kelestarian lingkungan, pengelolaan panen dan pascapanen
yang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

TAHAPAN KEGIATAN PELAKSANAAN PTT
Pengembangan jagung melalui pendekatan PTT didasarkan kepada potensi,
kendala, dan peluang di wilayah setempat, yang dapat diketahui melalui
PRA (Participatory Rural Appraisal) atau penelaahan partisipatif dalam waktu
singkat. Pelaksanaan PRA dilakukan oleh suatu tim yang terdiri atas berbagai
disiplin ilmu agar dapat teridentifikasi potensi, kendala, dan peluang
pengembangan PTT jagung secara menyeluruh.
PRA merupakan langkah awal dalam pelaksanaan PTT di suatu wilayah.
Hal ini dimaksudkan agar masalah yang dihadapi petani dapat diketahui
dan dipahami untuk dipecahkan secara bersama. Melalui PRA dapat
diketahui keinginan dan harapan petani, sekaligus karakteristik lingkungan
biofisik, kondisi sosial-ekonomi dan budaya masyarakat setempat dan
sekitarnya.
Langkah selanjutnya adalah menyusun komponen teknologi yang sesuai
dengan karakteristik daerah pengembangan dan diharapkan dapat
memecahkan masalah di daerah tersebut. Komponen teknologi yang akan
diterapkan bersifat dinamis karena akan mengalami perbaikan dan
perubahan, sesuai dengan perkembangan inovasi teknologi dan keinginan
petani dan masyarakat setempat.
3
Langkah berikutnya adalah menerapkan komponen teknologi utama
PTT yang bersifat spesifik lokasi pada hamparan yang luas, misalnya 50-100
hektar. Bersamaan dengan itu didemonstrasikan komponen teknologi
alternatif pada lahan seluas sekitar satu hektar dalam bentuk superimpose
atau petak percontohan, sebagai sarana pelatihan bagi petani atau petugas
lapang. Komponen teknologi alternatif ini dipersiapkan untuk mengganti
atau mensubtitusi komponen teknologi yang dinilai kurang sesuai.

KOMPONEN TEKNOLOGI PRODUKSI
Jagung umumnya diusahakan pada lahan kering dan lahan sawah (tadah
hujan atau irigasi). Dengan demikian alternatif komponen teknologi
produksi jagung yang dapat diterapkan dengan pendekatan PTT adalah:
1. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan,
dan keinginan petani setempat, baik jenis komposit atau bersari bebas
maupun hibrida.
2. Benih bermutu (daya kecambah >95%), diberi perlakuan benih (seed
treatment) dengan metalaksil 2 gram (bahan produk) untuk setiap kg
benih. Kebutuhan benih 15-20 kilogram per hektar, bergantung pada
ukuran benih, makin kecil ukuran benih (bobot 1.000 biji < 200 gram)
makin berkurang kebutuhan benih.
3. Penyiapan lahan, dilakukan pengolahan tanah jika tanah bertekstrur
berat dan tanpa olah tanah (TOT) jika tanah bertekstur ringan.
4. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman per hektar, jarak tanam
75 cm x 40 cm dengan dua tanaman per lubang atau 75 cm x 20 cm
dengan satu tanaman per lubang.
5. Pemupukan nitrogen (N) berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman
dan hasil pengamatan terhadap daun dengan menggunakan Bagan
Warna Daun (BWD).
6. Pemupukan P dan K sesuai kebutuhan berdasarkan status hara tanah
dari hasil analisis laboratorium.
7. Bahan organik (pupuk kandang 1,5-2,0 ton/ha) diberikan sebagai
penutup benih pada lubang tanam.
8. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan
kering datar pada musim hujan).
9. Pemberian air melalui saluran irigasi, sesuai kebutuhan (khusus untuk
pertanaman di lahan sawah pada musim kemarau).
10. Pengendalian gulma secara terpadu.
11. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT).
12. Panen tepat waktu dan prosesing dengan alat dan mesin.
4
Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen teknologi tersebut dapat
dibedakan menjadi dua bagian: (1) teknologi untuk pemecahan masalah
setempat atau spesifik lokasi, dan (2) teknologi untuk perbaikan dan
peningkatan efisiensi budi daya. Tidak semua komponen teknologi
diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang mempunyai masalah spesifik.
Terdapat lima komponen teknologi yang dapat diterapkan secara
bersamaan (compulsory) yang merupakan penciri model PTT jagung, yaitu:
1. Varietas unggul baru sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan, dan
keinginan petani setempat, baik jenis komposit atau bersari bebas
maupun hibrida.
2. Benih bermutu (daya kecambah > 95%), diberi perlakuan benih (seed
treatment) dengan metalaksil 2 g (bahan produk) untuk setiap kg benih.
3. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman per hektar, jarak tanam 75
cm x 40 cm, dua tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm, satu tanaman/
lubang.
4. Pemupukan N berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan hasil
pengamatan terhadap daun dengan menggunakan BWD. Pemupukan
P dan K berdasarkan status hara tanah, sesuai hasil analisis laboratorium.
Bahan organik (pupuk kandang 1,5-3,0 ton/ha) yang diberikan sebagai
penutup benih pada lubang tanam untuk pemecahan masalah
kesuburan tanah, terutama pada lahan kering masam.
5. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan
kering datar pada musim hujan) atau saluran distribusi air (khusus untuk
pertanaman pada lahan sawah saat musim kemarau).
Penerapan kelima komponen teknologi tersebut secara bersamaan
memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan hasil
dan efisiensi produksi.
Varietas Unggul
Di antara komponen teknologi produksi jagung, varietas unggul (baik hibrida
maupun bersari bebas) mempunyai peranan yang lebih besar dalam
peningkatan produktivas. Selain memberikan hasil yang tinggi, varietas
unggul juga berperan dalam pengendalian hama dan penyakit. Karakter
lain yang perlu dipertimbangkan dalam memilih varietas unggul adalah
kesesuaiannya dengan lingkungan (tanah dan iklim) setempat dan
keinginan petani, misalnya varietas toleran kekeringan, toleran tanah
masam, dan sesuai dengan preferensi petani terhadap karakter lainnya
seperti umur dan warna biji.
Makin banyak varietas yang tersedia di tingkat petani makin mudah bagi
mereka memilih varietas yang akan dikembangkan, sesuai dengan kondisi
5
Hibrida
Bima-2 Bantimurung
Komposit
Srikandi Kuning-1
Komposit
Sukmaraga
6
sumber daya setempat. Varietas unggul jagung yang telah dihasilkan oleh
Badan Litbang Pertanian dalam 11 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.
Benih Bermutu
Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul yang sesuai dengan kondisi
setempat merupakan langkah awal menuju keberhasilan usahatani jagung.
Penggunaan benih bersertifikat dengan vigor yang tinggi sangat disarankan.
Dalam budi daya jagung tidak dianjurkan melakukan penyulaman
tanaman yang tidak tumbuh. Oleh karena itu, sebelum benih ditanam
disarankan untuk menguji daya kecambah benih yang akan digunakan.
Pertumbuhan tanaman sulaman biasanya tidak optimal karena adanya
Tabel 1. Varietas unggul jagung yang telah dilepas dalam periode 1996-2007.
Tahun Potensi hasil Umur Ketahanan Keunggulan
Varietas pelepasan hasil panen penyakit spesifik
(t/ha) (hari) bulai
Komposit/bersari bebas
Lagaligo 1996 7,5 90 Toleran Toleran
kekeringan
Gumarang 2000 8,0 82 Agak toleran Umur genjah
Kresna 2000 7,0 90 Agak toleran Umur sedang
Lamuru 2000 7,6 95 Agak toleran Toleran
kekeringan
Palakka 2003 8,0 95 Toleran Umur sedang
Sukmaraga 2003 8,5 105 Toleran Toleran tanah
masam
Srikandi Kuning-1 2004 7,9 110 Rendah Protein
bermutu
Srikandi Putih-1 2004 8,1 110 Rendah Protein
bermutu
Anoman-1 (Putih) 2006 7,0 103 Rendah Sesuai untuk
pangan
Hibrida
Semar-3 1996 9,0 94 Toleran Toleran
kekeringan
Semar-4 1999 8,5 90 Toleran Umur sedang
Semar-5 1999 9,0 98 Toleran Umur sedang
Semar-6 1999 8,9 98 Toleran Umur sedang
Semar-7 1999 9,0 98 Toleran Umur sedang
Semar-8 1999 9,0 94 Toleran Umur sedang
Semar-9 1999 8,5 95 Toleran Umur sedang
Semar-10 2001 9,0 97 Agak toleran Biomas tinggi
Bima-1 2001 9,0 97 Agak toleran Stay green
Bima-2 Bantimurung 2007 11,0 100 Agak toleran Stay green
Bima-3 Bantimurung 2007 10,0 100 Toleran Stay green
7
persaingan tumbuh antartanaman dan tongkol tidak dipenuhi oleh biji akibat
penyerbukan yang tidak sempurna.
Benih yang bermutu akan tumbuh serentak 4 hari setelah tanam (HST)
pada lingkungan yang normal. Penggunaan benih bermutu akan menghemat
jumlah pemakaian benih dan populasi tanaman yang dianjurkan
sekitar 66.600 tanaman/ha dapat terpenuhi.
Sebelum ditanam, benih hendaknya diberi perlakuan fungisida terlebih
dahulu. Fungisida yang dianjurkan untuk digunakan adalah metalaksil
(umumnya berwarna merah) dengan takaran 2 gram untuk setiap kilogram
benih. Sebelum dicampur merata dengan benih, insektisida metalaksil
dibasahi dulu dengan air dengan perbandingan 2 gram metalaksil dan 10
ml air. Cara ini dimaksudkan untuk mencegah perkembangan bulai yang
merupakan penyakit utama tanaman jagung. Benih jagung yang dijual dalam
kemasan biasanya sudah dicampur dengan metalaksil sehingga tidak perlu
lagi diberi perlakuan benih.
Populasi Tanaman
Populasi tanaman ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih yang
digunakan. Populasi tanaman yang dianjurkan adalah 66.600 tanaman per
hektar. Untuk mencapai populasi tersebut, benih ditanam dengan jarak 75
cm x 20 cm, satu biji per lubang atau dengan jarak 75 cm x 40 cm, dua biji
per lubang.
Seperti telah disinggung sebelumnya, dalam budi daya jagung tidak
diperkenankan melakukan penyulaman tanaman. Bunga betina dari
tanaman sulaman biasanya tidak terserbuki secara sempurna oleh tepung
sari bunga jantan tanaman yang telah lebih dahulu berbunga dan peluang
terjadinya penyerbukan sendiri hanya sekitar 5%. Hal ini menyebabkan
tongkol tanaman sulaman tidak terisi penuh oleh biji. Karena itu benih yang
ditanam hendaknya memiliki daya tumbuh lebih dari 95% agar populasi
tanaman yang dianjurkan dapat terpenuhi.
Jarak tanam 75 cm x 20 cm, satu biji per lubang, dianjurkan di wilayah
yang memiliki cukup tenaga kerja. Pertumbuhan tanaman dari benih yang
ditanam satu biji per lubang relatif lebih baik karena peluang persaingan
antartanaman lebih kecil dibandingkan dengan tanaman dari benih yang
ditanam dua biji per lubang. Jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua biji per lubang,
dianjurkan di wilayah yang kekurangan tenaga kerja atau upah kerja mahal.
8
Pemupukan
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman jagung memerlukan
hara yang cukup selama pertumbuhannya. Karena itu, pemupukan
merupakan faktor penentu keberhasilan budi daya jagung. Pemberian
pupuk, baik organik maupun anorganik, pada dasarnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman, mengingat hara dari
dalam tanah umumnya tidak mencukupi.
Efisiensi pemupukan mutlak diperlukan dalam budi daya jagung karena
menentukan produktivitas tanaman dan pendapatan yang akan diperoleh.
Pemupukan dengan efisiensi yang tinggi dapat dicapai dengan penggunaan
pupuk secara berimbang. Artinya pupuk yang akan digunakan didasarkan
kepada hara yang dibutuhkan tanaman dan yang tersedia di tanah, sesuai
dengan hasil yang ingin dicapai.
Jagung yang ditanam dengan jarak
75 cm x 20 cm, satu biji per lubang
Jagung yang ditanam dengan jarak
75 cm x 40 cm, dua biji per lubang
9
Sebagaimana diketahui, tingkat kesuburan tanah beragam antarlokasi
sehingga takaran dan jenis pupuk yang akan digunakan juga berbeda. Oleh
karena itu, pemupukan berimbang sering pula disebut pengelolaan hara
spesifik lokasi. Konsep pemupukan berimbang menawarkan prinsip dan
perangkat untuk mengoptimalkan penggunaan hara dari sumber-sumber
alami atau lokal sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sumber hara alami
dapat berasal dari tanah, pupuk kandang, sisa tanaman, dan air irigasi.
Penggunaan pupuk kimia atau lebih populer disebut pupuk anorganik pada
dasarnya hanya untuk memenuhi kekurangan hara alami yang diperlukan
tanaman untuk dapat tumbuh dan menghasilkan sesuai dengan yang
dikehendaki. Untuk itu penggunaan pupuk, baik takaran maupun waktu
pemberian, perlu disesuaikan dengan umur atau fase pertumbuhan
tanaman.
Sebagai informasi, gejala tanaman jagung yang kekurangan unsur
nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), dan sulfur (S) dapat dilihat berikut ini:
Gejala kekurangan hara N:
Daun berwarna kuning pada ujung
daun dan melebar menuju tulang
daun, warna daun kuning membentuk
huruf V, gejala nampak pada daun
bagian bawah.
Gejala kekurangan hara P:
Pinggir daun berwarna ungukemerahan,
mulai dari ujung hingga
pangkal daun, gejala nampak pada
daun bagian bawah.
10
Jumlah pupuk N, P, dan K yang akan diberikan dapat diketahui dari hasil
analisis tanah. Penggunaan pupuk dengan takaran dan saat yang tepat
merupakan kunci dari efisiensi pemupukan. Prinsip utama pemupukan
pada tanaman jagung adalah porsi dari pupuk yang diberikan harus
seimbang dan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (Tabel 2).
Takaran pupuk pada Tabel 2 dapat berubah, bergantung pada tingkat
kesuburan tanah di lokasi setempat. Untuk itu, sebelum melakukan budi
daya jagung dianjurkan melakukan analisis tanah atau menerapkan
rekomendasi pemupukan setempat. Jika analisis tanah belum dilakukan
dan rekomendasi pemupukan setempat juga belum tersedia, maka takaran
pupuk N ditentukan dengan bantuan bagwan warna daun (BWD),
sebagaimana yang dikembangkan dalam pemupukan N pada tanaman
padi.
Penggunaan BWD untuk mengetahui takaran pupuk N dilakukan pada
saat tanaman berumur 40-45 HST atau setelah pemupukan N kedua dengan
takaran dan porsi pemberian yang sesuai dengan di Tabel 2. Penggunaan
Gejala kekurangan hara K:
Daun berwarna kuning, bagian pinggir
berwarna coklat seperti terbakar,
tulang daun tetap hijau, warna daun
kuning membentuk huruf V, gejala
nampak pada daun bagian bawah.
Gejala kekurangan S:
Pangkal daun berwarna kuning, gejala
nampak pada daun yang terletak dekat
pucuk.
11
BWD pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati keseimbangan hara
pada tanaman, terutama N. Jika hasil pengamatan dengan BWD
menunjukkan tanaman kekurangan N maka perlu segera penambahan
pupuk N. Sebaliknya, jika hara N sudah cukup tersedia bagi tanaman maka
tidak perlu penambahan pupuk N.
Tahapan pengamatan hara N pada tanaman jagung dengan
menggunakan BWD adalah sebagai berikut:
• Pada saat berumur + 7 HST, tanaman diberi pupuk N (urea) bersamaan
dengan pupuk SP36 dan KCl dengan takaran dan porsi pemberian seperti
disajikan pada Tabel 2.
• Pada saat berumur 28-30 HST, tanaman dipupuk dengan takaran dan
porsi pemberian seperti di Tabel 2.
• Pada saat tanaman berumur 40-45 HST, bergantung pada umur varietas
yang ditanam, dilakukan pengamatan hara N melalui daun tanaman
menggunakan BWD.
• Daun yang diamati adalah yang telah terbuka sempurna (daun ke-3 dari
atas). Pilih 20 tanaman secara acak pada setiap petak pertanaman (+
1,0 ha).
• Pada saat mengamati hara N tanaman, lindungi daun yang akan diamati
tingkat kehijauan warnanya dari sinar matahari agar pengamatan tidak
terganggu oleh pantulan cahaya yang dapat mengurangi kecermatan
hasil pengamatan.
Tabel 2. Jenis, takaran, porsi, dan waktu pemberian pupuk pada tanaman jagung.
Porsi aplikasi
Jenis pupuk Takaran2)
(kg/ha) 7-10 HST3) 28-30 HST 40-45 HST
Urea 300-350 25% 50% 25% (BWD)
ZA1) 50 100% - -
SP36 100-200 100% - -
KCl 50-200 75% 25% -
1) Hanya diberikan jika dari hasil analisis tanah kekurangan unsur sulfur (S).
2) Takaran dapat berubah disesuaikan dengan hasil analisis tanah sebelum tanam atau
rekomendasi setempat.
Kisaran takaran pupuk yang tercantum pada Tabel 2 merupakan nilai rata-rata hasil
penelitian di beberapa lokasi dan jenis tanah yang sesuai untuk kebutuhan tanaman
jagung.
- Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur N, P, dan K disetarakan dengan
pupuk tunggal.
- Cara aplikasi: pupuk diletakkan dalam lubang yang dibuat dengan tugal di samping
tanaman dengan jarak 5-10 cm dari tanaman, dan ditutup dengan tanah.
3) HST = hari setelah tanam
12
• Daun yang akan diamati diletakkan di atas BWD. Bagian daun yang
diamati adalah sekitar sepertiga dari ujung daun. Bandingkan warna
daun dengan skala warna yang ada di BWD, kemudian lakukan
pencatatan skala warna yang paling sesuai dengan warna daun yang
diamati. BWD memiliki skala warna dengan tingkat kehijauan 2 hingga
5. Jika warna daun berada di antara skala warna 2 dan 3 pada BWD,
berarti nilai kehijauan daun adalah 2,5. Apabila warna daun berada di
antara skala warna 3 dan 4, berarti nilai kehijauan daun adalah 3,5 atau
4,5 jika warna daun berada di antara skala warna 4 dan 5.
Penerapan penggunaan BWD
• Rata-ratakan nilai warna dari 20 daun yang diamati, nilai rata-rata skala
warna digunakan untuk menentukan perlu tidaknya tambahan pupuk
N.
• Acuan tambahan pupuk urea berdasarkan hasil pengamatan dengan
BWD dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Takaran pupuk urea pada tanaman jagung
jenis hibrida dan komposit umur 40-45 HST
berdasarkan skala warna daun pada BWD.
Takaran urea (kg/ha)
Skala warna
Hibrida Komposit
< 4,0 150 50
4,0-5,0 100 25
> 5,0 50 0
13
Jika bahan organik (pupuk kandang) direkomendasikan penggunaannya
di daerah setempat, pemberiannya dilakukan pada saat tanam
sebagai penutup benih pada lubang tanam. Takaran pupuk kandang
berkisar antara 25-50 g untuk setiap lubang tanam atau setara dengan 1,5-
3,0 ton/ha. Budi daya jagung pada lahan masam memerlukan pupuk
kandang berupa kotoran ayam ras atau ayam petelor yang biasanya
mengandung kapur yang cukup memadai.
Pengelolaan Irigasi
Ke depan, ketersediaan air untuk pertanian akan berkurang karena
kompetisi dengan keperluan rumah tangga dan industri, degradasi sistem
hidrologi kawasan usahatani yang berdampak terhadap rendahnya proporsi
cadangan air hujan yang tersedia bagi tanaman, dan perubahan iklim yang
menyebabkan tanaman mengalami kekeringan pada musim kemarau dan
kebanjiran pada musim hujan. Untuk itu, teknologi pengelolaan air harus
semakin mendapat perhatian, tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga
mempertimbangkan cara dan saat pemakaian sehingga mampu
meningkatkan efisiensi pemanfaatan air.
Jagung merupakan tanaman yang rentan terhadap kelebihan atau
kekurangan air, dan relatif sedikit membutuhkan air dibandingkan tanaman
padi. Pada lahan kering, jagung umumnya diusahakan pada saat musim
hujan, sehingga peluang terjadinya kelebihan air cukup besar. Agar tanaman
tidak kelebihan air pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dalam
jumlah yang memadai. Untuk menekan biaya tenaga kerja, saluran-saluran
drainase dibuat bersamaan dengan pembumbunan tanaman.
Alur-alur yang berfungsi sebagai saluran drainase atau pendistribusian air irigasi.
14
Pada lahan sawah, jagung umumnya ditanam pada akhir musim hujan
sehingga tanaman tidak jarang mengalami kekeringan pada musim
kemarau. Agar tidak mengalami kekeringan, tanaman perlu mendapat
pengairan sebelum menunjukkan gejala kekeringan.
Sumber air pengairan tanaman dapat berasal dari jaringan irigasi atau
sumur di sekitar areal pertanaman dan didistribusikan dengan bantuan
pompa air yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan
pengaturan waktu dan cara pengairan yang tepat dengan pertimbangan
efisiensi pemakaian air.
Pada lahan sawah tadah hujan, terutama pada musim kemarau,
pengairan tanaman mutlak diperlukan sehingga perlu diketahui sumber air
yang dapat dimanfaatkan untuk mengairi pertanaman. Alur-alur drainase
yang dibuat pada saat pembumbunan tanaman berperan penting dalam
pendistribusian air ke areal pertanaman. Pembuatan alur drainase dapat
menggunakan cangkul, bajak, atau alat pembuat alur drainase PAI-1RBalitsereal
atau PAI-2R-Balitsereal yang ditarik hand tractor.
15
TEKNOLOGI BUDI DAYA SPESIFIK AGROEKOLOGI
Lahan Kering
Komponen teknologi budi daya jagung yang dikelola secara terpadu
pada‘lahan kering adalah sebagai berikut:
Varietas
Untuk wilayah yang mempunyai periode hujan singkat dan berpeluang
mengalami kekeringan dianjurkan menanam varietas jenis komposit yang
toleran kekeringan seperti Lamuru atau varietas relatif genjah seperti
Gumarang, Kresna, atau Lagaligo. Jagung hibrida umumnya berumur lebih
dari 100 hari sehingga berpeluang mengalami cekaman kekeringan.
Pada wilayah yang mempunyai curah hujan cukup atau periode hujan
panjang dianjurkan menanam jagung jenis hibrida atau jenis komposit
unggul yang sesuai dengan referensi konsumen. Untuk lahan kering masam,
selain jenis hibrida dianjurkan pula menanam jagung jenis komposit unggul.
Varietas Sukmaraga adalah jagung unggul bersari bebas yang toleran
terhadap kemasaman tanah dan penyakit bulai.
Benih
Keberhasilkan budi daya jagung antara lain ditentukan benih yang akan
ditanam. Oleh sebab itu, benih yang akan ditanam harus bermutu tinggi
dengan daya kecambah tidak kurang dari 95%. Sebelum ditanam, benih
dicampur dengan fungisida metalaksil (bahan produk) dengan takaran 2 g
untuk setiap kg benih. Agar dapat tercampur merata, fungisida metalaksil
dibasahi terlebih dahulu dengan air sebanyak 10 ml untuk setiap 2 g
metalaksil. Kebutuhan benih untuk satu hektar lahan berkisar antara
15-20 kg.
Penyiapan lahan
Pengolahan tanah dilakukan secepatnya setelah hujan mulai turun dengan
mempertimbangkan lengas tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah atau
dapat juga dilakukan sebelum hujan turun. Lahan dibersihkan terlebih
dahulu dari gulma yang tumbuh di areal yang akan ditanami. Pembersihan
lahan dapat menggunakan sabit, parang, atau herbisida paraquat dan
glifosat dengan takaran 2,0 l per hektar. Setelah lahan bebas dari tumbuhan
pengganggu, tanah diolah dengan bajak ditarik traktor atau sapi. Setelah itu
tanah digaru dan disisir hingga rata. Tanah juga dapat diolah dengan cangkul.
16
Penanaman
Penanaman dilakukan secepatnya setelah lahan diolah dan siap ditanami
pada awal musim hujan, dengan memperhatikan beberapa aspek berikut:
a. Pada lahan dengan topografi datar sampai berombak, pemilikan lahan
luas, tenaga kerja terbatas, dan tersedia jasa penyewaan traktor,
penanaman dianjurkan alat tanam seperti ATB1-2R-Balitsereal (ditarik
hand tractor). Alat tanam jagung ini dapat melakukan beberapa kegiatan
sekaligus, mulai dari pembuatan alur dan menanam benih hingga
menutup lubang benih secara simultan dan otomatis sehingga
penanaman berjalan cepat dan efisien. Jika untuk penutup lubang benih
dikehendaki pupuk kandang, maka komponen penutup lubang benih
tidak diaktifkan. Alat tanam ini menanam benih dengan jarak 75 cm x 40
cm, dua biji per lubang tanam. Jika tidak tersedia hand tractor untuk
menarik alat tanam, penanaman dapat dilakukan dengan sistem alur
yang dibuat dengan bajak singkal ditarik sapi. Benih diletakkan dalam
setiap alur yang jaraknya antaralur 75 cm dan dalam alur 40 cm, dua biji
per penempatan dan benih ditutup dengan pupuk kandang. Penanaman
dapat pula dilakukan secara konvensional dengan menggunakan tugal
dari kayu untuk membuat lubang tempat benih, jarak tanam 75 cm x 40
cm (dua benih per lubang) dan benih yang telah dimasukkan ke lubang
tanam ditutup dengan pupuk kandang.
b. Pada lahan dengan topografi bergelombang sampai berbukit, pemilikan
lahan sempit, tidak tersedia jasa penyewaan traktor maupun bajak dan
sapi, maka penanaman dilakukan secara konvensional dengan tugal,
dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per lubang tanam. Benih
yang dimasukkan ke dalam lubang tanam ditutup dengan pupuk
kandang.
Pemupukan
Jenis, takaran, dan waktu pemberian pupuk anorganik disajikan pada
Tabel 4. Khusus pada lahan kering masam dianjurkan menggunakan pupuk
kandang dari kotoran ayam ras atau ayam petelor karena mengandung
kapur, diberikan pada saat tanam sebanyak 25-50 g per lubang setara
dengan 1,5-3,0 ton/ha yang juga berfungsi sebagai penutup lubang benih
yang baru ditanam.
Pupuk anorganik semuanya bersumber dari pupuk tunggal; jika
menggunakan pupuk majemuk, takaran N, P, dan K disetarakan dengan
pupuk tunggal.
17
Cara pemberian pupuk:
• Pada saat tanaman berumur 7-10 HST, pupuk urea + SP36 + KCl yang
telah dicampur merata segera diaplikasikan dengan cara ditugal sedalam
5-10 cm dengan jarak 5-10 cm di samping tanaman dan lubang pupuk
ditutup kembali dengan tanah.
• Pada saat tanaman berumur 28-30 HST, pupuk urea + KCl juga diberikan
dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 10-15 cm di samping
tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali tanah.
• Pada saat tanaman berumur 40-45 HST, pemberian pupuk urea
didasarkan pada hasil pemantauan warna daun tanaman dengan
menggunakan BWD. Dengan cara ini dapat diketahui jumlah pupuk
urea yang harus ditambahkan, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Jika
nilai warna daun berada pada skala cukup, pupuk urea tidak perlu lagi
diberikan, Sebaliknya, jika nilai warna daun berada pada skala kurang,
maka tanaman perlu dipupuk urea dengan takaran sesuai nilai skala
pada Tabel 3. Sama dengan tahap pertama dan kedua, pemberian pupuk
urea tahap ketiga juga ditugalkan di samping tanaman sedalam 5-10 cm
dengan jarak 15-20 cm dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah.
Dengan menggunakan BWD maka takaran pupuk urea dapat berkurang
atau bertambah, sesuai kebutuhan tanaman.
Pembuatan Saluran Drainase
Tanaman jagung peka terhadap kekeringan dan kelebihan air. Dalam kondisi
curah hujan tinggi, air yang menggenang menyebabkan tanaman layu dan
mati. Untuk mengantisipasi terjadinya genangan air pada areal pertanaman
perlu dibuat saluran drainase pada setiap baris atau setiap dua baris
tanaman. Untuk menghemat tenaga, pembuatan saluran drainase sebaiknya
bersamaan dengan penyiangan pertama (14-20 HST). Pembuatan saluran
drainase untuk setiap baris tanaman dapat menggunakan alat PAI-1RTabel
4. Jenis, takaran, waktu pemberian, dan komposisi pupuk anorganik pada tanaman
jagung di lahan kering.
Hara yang Komposisi takaran pupuk (%) berdasarkan waktu aplikasi
ditambahkan/ Takaran*)
pupuk (kg/ha) 7-10 HST 28-30 HST 40-45 HST
Urea 300-350 25 50 25 (BWD)
SP36 100-200 100 - -
KCl 50-200 75 25 -
*) Takaran pupuk dapat diubah, sesuai dengan ketersediaan hara dalam tanah
berdasarkan analisis tanah atau rekomendasi setempat.
18
Balitsereal ditarik traktor tangan, sedangkan untuk saluran drainase setiap
dua baris tanaman dapat menggunakan alat PAI-2R-Balitsereal yang juga
ditarik traktor tangan. Jika tidak tersedia traktor tangan, saluran drainase
dapat dibuat dengan cangkul atau menggunakan bajak singkal ditarik sapi.
Kegiatan ini dilakukan sekaligus dengan pembumbunan tanaman.
Pengendalian Hama
Hama yang seringkali merusak tanaman jagung antara lain adalah alat bibit,
penggerek batang, dan penggerek tongkol. Lalat bibit umumnya menyerang
tanaman pada awal pertumbuhan, sehingga pengendaliannya harus
dilakukan sejak saat tanam dengan insektisida karbofuran, terutama di
daerah endemik lalat bibit. Untuk penggerek batang, jika gejala serangan
telah mulai terlihat, pengendalian disarankan menggunakan insektisida
karbofuran, dengan takaran 3-4 butir per tanamam, yang diaplikasikan
melalui pucuk tanaman yang terserang.
Pengendalian Penyakit
Penyakit utama yang biasanya merusak tanaman jagung adalah bulai yang
disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp. Pada tingkat penularan yang
parah, penyakit bulai dapat menurunkan produksi dan bahkan menggagalkan
panen. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan perlakuan benih
(seed treatment), yaitu mencampur benih dengan fungisida metalaksil
secara merata dengan takaran 2 g metalaksil untuk setiap kg benih.
Penyakit lainnya yang merusak tanaman jagung adalah bercak daun
yang disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp., tetapi umumnya tidak
sampai menurunkan hasil dengan nyata. Penyakit ini biasanya merusak
daun yang sudah tua, sehingga pengendalian dapat dilakukan dengan cara
membuang daun yang telah mengering.
Penyiangan Gulma
Penyiangan pertama dapat dilakukan dengan bajak atau sekaligus dengan
pembuatan alur drainase pada saat tanaman berumur 14-20 HST. Penyiangan
kedua, bergantung kondisi gulma, dapat dilakukan secara manual
atau menggunakan herbisida kontak paraquat dengan takaran 1,0-1,5 liter
per hektar, bergantung pada kondisi gulma di lapangan. Jika menggunakan
herbisida, nozzle penyemprotan sebaiknya diberi pelindung agar tidak
mengenai daun dan posisi nozzle + 20 cm di atas permukaan tanah.
19
Panen dan Prosesing Hasil
Daun di bawah tongkol dapat diambil pada saat tongkol telah mulai berisi,
dan brangkasannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi.
Pemanenan daun di bawah tongkol yang digunakan untuk pakan sekaligus
bertujuan untuk mencegah perkembangan penyakit busuk daun. Oleh
karena itu, sebelum panen sebaiknya dilakukan pemangkasan bagian
tanaman di atas tongkol pada saat biji telah mencapai masak fisiologis atau
kelobot mulai mengering atau berwarna coklat. Bagian tanaman yang
dipangkas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Panen
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah, kadar air biji + 30%, biji telah
mengeras dan telah membentuk lapisan hitam (black layer) minimal 50% di
setiap barisan biji.
Selanjutnya, tongkol yang sudah dipanen segera dijemur. Jika kadar air
biji selama pengeringan telah mencapai + 20%, jagung dipipil dengan alat
pemipil. Biji yang telah dipipil dijemur kembali hingga kadar air 14% dan siap
dipasarkan. Jika kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk menurunkan
kadar air biji karena mendung selama beberapa hari, maka pengeringan
disarankan menggunakan alat-mesin pengering agar biji jagung tidak
ditumbuhi jamur. Alat-mesin pengering yang digunakan dapat dari tipe flat
bade dengan bahan bakar minyak tanah atau solar.
Lahan Sawah
Perluasan areal pertanaman jagung pada lahan sawah tadah hujan dan
sawah irigasi meningkat masing-masing 20-30% dan 10-15%, terutama di
sentra produksi komersial.
Pengembangan jagung di lahan sawah pada musim kemarau
merupakan langkah yang strategis karena (a) dapat mengurangi atau
mengatasi defisit pasokan jagung yang umum terjadi pada musim kemarau,
(b) kualitas produksi jagung dari pertanaman musim kemarau umumnya
lebih baik dibandingkan dengan pertanaman musim hujan, dan (c) petani
yang mengusahakan jagung pada musim kemarau memperoleh
pendapatan yang lebih baik. Untuk itu diperlukan teknologi budi daya yang
mampu memberikan produktivitas tinggi, biaya produksi lebih efisien, dan
kualitas produksi lebih baik.
Varietas
Sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, varietas unggul jagung yang
dianjurkan penanamannya adalah jenis hibrida dan komposit atau bersari
bebas. Namun, untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi terkait dengan
20
frekuensi pemberian air dan bahan bakar pompa, dianjurkan menggunakan
varietas toleran kekeringan atau berumur genjah.
Benih
Benih bermutu, daya kecambah tidak kurang dari 95%, perlu diberi perlakuan
benih (seed treatment), menggunakan metalaksil (bahan produk) dengan
takaran 2 g untuk setiap kg benih. Sebelum dicampur merata dengan
metalaksil, benih dibasahi terlebih dahulu dengan air sebanyak 10 ml untuk
setiap kg benih. Kebutuhan benih untuk 1 hektar lahan berkisar antara 15-
20 kg.
Penyiapan Lahan
Lahan disiapkan secepatnya setelah panen padi, baik tanpa olah tanah
maupun dengan pengolahan tanah. Pada tanah bertekstur ringan tidak
diperlukan pengolahan tanah, lahan cukup dibersihkan dari sisa-sisa jerami
padi, dan jika populasi gulma dapat mengganggu pertumbuhan awal
tanaman jagung maka dapat dikendalikan dengan herbisida paraquat (1-2
l/ha) seminggu sebelum tanam.
Pengolahan tanah secara sempurna dapat menggunakan bajak yang
ditarik traktor atau sapi atau mengunakan cangkul, dilakukan secepatnya
setelah panen padi dengan mempertimbangkan lengas tanah yang sesuai
untuk pengolahan tanah. Untuk keperluan pengairan tanaman pada
wilayah yang mempunyai sumber air tanah dangkal dapat dibuat beberapa
sumur gali atau sumur bor di sekitar areal pertanaman. Untuk menaikkan
air sumur ke permukaan disarankan menggunakan mesin pompa dengan
kapasitas yang sesuai dengan debit air yang ada. Jika volume air sumur
terbatas maka pada setiap titik dibuat dua sumur berdekatan dan keduanya
dihubungkan dengan pipa dan pemompaan air menggunakan satu mesin
pompa. Untuk hamparan yang luas, sumur dibuat di beberapa tempat dan
mesin pompa air digunakan secara berpindah-pindah, dari sumur yang
satu ke sumur berikutnya. Sebelum memutuskan untuk menanam jagung
pada lahan sawah tadah hujan perlu diamati terlebih dahulu sumber
pengairan.
Penanaman
Pada lahan sawah dengan jenis tanah bertekstur ringan, penanaman
dilakukan secepatnya setelah panen padi, dengan mempertimbangan
lengas tanah. Pada lahan yang menghendaki pengolahan tanah terlebih
dahulu, penanaman dilakukan secepatnya setelah tanah diolah dengan
mempertimbangkan kondisi lengas tanah. Jika sudah mulai mengering,
21
lahan diairi segera dengan air yang dapat bersumber dari sumur dangkal
yang telah disiapkan sebelumnya, termasuk mesin pompa, atau air yang
berasal dari jaringan irigasi.
Bagi wilayah dengan kepemilikan lahan luas, petakan sawah luas, tenaga
kerja terbatas, dan tersedia jasa penyewaan traktor, penanaman dapat
dilakukan dengan alat tanam ATB1-2R-BALITSEREAL (ditarik traktor tangan).
Alat ini dapat menanam dan menutup benih secara simultan dan otomatis,
sehingga kegiatan penanaman dapat berlangsung cepat dan efisien. Jarak
tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per lubang tanam. Jika tidak tersedia
traktor tangan, penanaman dapat dilakukan dengan sistem alur yang dibuat
dengan bajak singkal ditarik sapi. Benih diletakkan dalam alur dengan jarak
antaralur 75 cm dan dalam alur 40 cm, dua benih per penempatan, dan
kemudian benih ditutup dengan pupuk kandang.
Bagi wilayah dengan kepemilikan lahan sempit, petakan sawah sempit,
dan tenaga kerja tersedia, maka penanaman dilakukan dengan cara ditugal.
Jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per lubang tanam, dan benih ditutup
dengan pupuk kandang.
Pemupukan
Jenis, takaran, dan waktu pemberian pupuk anorganik disajikan pada
Tabel 5. Kalau diperlukan dan tersedia di daerah setempat, pupuk organik
atau pupuk kandang diaplikasikan pada saat tanam dengan takaran 25-50
g per lubang penempatan benih (sebagai penutup benih), setara dengan
1,5-3,0 ton/ha.
Tabel 5. Jenis, takaran, dan waktu pemberian pupuk anorganik pada tanaman jagung
yang ditanam setelah panen padi di lahan sawah.
Komposisi takaran pupuk (%) menurut waktu aplikasi
Jenis pupuk Takaran **)
(kg/ha) 7-10 HST 28-30 HST 40-45 HST
Urea 300-350 2 5 50 25 (BWD)
SP36 100-200 100 - -
KCl 50-100 5 0 50 -
ZA*) 50-100 100 - -
Pupuk anorganik bersumber dari pupuk tunggal
*) Diberikan jika tanah kekurangan unsur hara sulfur (S).
**) Takaran pupuk dapat diubah disesuaikan dengan ketersediaan hara dalam tanah dari
hasil analisis tanah.
22
Cara pemberian pupuk:
• Pada saat tanaman berumur 7-10 HST, pupuk urea + SP36 + KCl + ZA
(jika diperlukan) dicampur merata terlebih dahulu sebelum diaplikasikan
dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 5-10 cm di samping
tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah.
• Pada saat tanaman berumur 28-30 HST, pupuk urea + KCl juga diberikan
dengan cara ditugal sedalam 5-10 cm dengan jarak 10-15 cm di samping
tanaman dan lubang pupuk ditutup kembali tanah.
• Pada saat tanaman berumur 40-45 HST, pemberian pupuk urea
didasarkan pada hasil pemantauan warna daun tanaman dengan
menggunakan BWD. Dengan cara ini dapat diketahui jumlah pupuk
urea yang harus ditambahkan, sesuai dengan kebutuhan tanaman. Jika
nilai warna daun berada pada skala cukup, pupuk urea tidak perlu lagi
diberikan, Sebaliknya, jika nilai warna daun berada pada skala kurang,
maka tanaman perlu dipupuk urea dengan takaran sesuai nilai skala
pada Tabel 3. Sama dengan tahap pertama dan kedua, pemberian pupuk
urea tahap ketiga juga ditugalkan di samping tanaman sedalam 5-10 cm
dengan jarak 15-20 cm dan lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah.
Dengan menggunakan BWD maka takaran pupuk urea dapat berkurang
atau bertambah, sesuai kebutuhan tanaman.
Setiap selesai pemupukan, lahan diairi melalui alur yang telah disiapkan
sebelumnya pada setiap dua baris tanaman.
Pembuatan Saluran Irigasi
Dalam kondisi keterbatasan air, efisiensi pendistribusian pengairan sangat
diperlukan, untuk itu perlu dibuat saluran irigasi di antara baris tanaman.
Saluran irigasi dapat dibuat pada setiap baris atau pada setiap dua baris
tanaman. Untuk menghemat tenaga kerja, pembuatan saluran irigasi
sebaiknya dikerjakan bersamaan dengan penyiangan pertama (14-20 HST).
Pembuatan saluran irigasi untuk setiap baris tanaman dapat menggunakan
alat PAI-1R-Balitsereal yang ditarik traktor tangan dan sekaligus
berfungsi untuk membumbun tanaman agar tidak mudah rebah. Jika tidak
tersedia traktor tangan, saluran irigasi dapat dibuat dengan bajak singkal
ditarik sapi.
Pengairan Tanaman
Sumber air berasal dari sumur gali atau sumur bor yang telah dibuat dan air
dinaikkan ke permukaan dengan mesin pompa. Pendistribusian air ke
pertanaman melalui saluran irigasi yang telah dibuat. Selama pertumbuhan23
nya, tanaman jagung biasanya diairi 5-6 kali, bergantung pada kondisi
lingkungan setempat. Sebagai indikator perlunya pengairan adalah jika daun
tanaman sebelum waktu tengah hari telah mulai menggulung. Pada kondisi
demikian, tanaman mendapat pengairan secepatnya. Pengairan tanaman
dihentikan 10 hari menjelang panen.
Pengendalian Hama
Hama yang seringkali merusak tanaman jagung antara lain adalah alat bibit,
penggerek batang, dan penggerek tongkol. Lalat bibit umumnya menyerang
tanaman pada awal pertumbuhan, sehingga pengendaliannya harus
dilakukan sejak saat tanam dengan insektisida karbofuran, terutama di
daerah endemik lalat bibit. Untuk penggerek batang, jika gejala serangan
telah mulai terlihat, pengendalian disarankan menggunakan insektisida
karbofuran, dengan takaran 3-4 butir per tanamam, yang diaplikasikan
melalui pucuk tanaman yang terserang.
Pengendalian Penyakit
Penyakit utama yang biasanya merusak tanaman jagung adalah bulai yang
disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp. Pada tingkat penularan yang
parah, penyakit bulai dapat menurunkan produksi dan bahkan menggagalkan
panen. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan perlakuan benih
(seed treatment), yaitu mencampur benih dengan fungisida metalaksil
secara merata dengan takaran 2 g metalaksil untuk setiap kg benih.
Penyakit lainnya yang merusak tanaman jagung adalah bercak daun
yang disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp., tetapi umumnya tidak
sampai menurunkan hasil dengan nyata. Penyakit ini biasanya merusak
daun yang sudah tua, sehingga pengendalian dapat dilakukan dengan cara
membuang daun yang telah mengering.
Penyiangan Gulma
Penyiangan pertama dapat dilakukan dengan bajak atau sekaligus dengan
pembuatan alur irigasi pada saat tanaman berumur 14-20 HST. Penyiangan
kedua, bergantung kondisi gulma, dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan herbisida kontak paraquat dengan takaran 1,0-1,5 liter per
hektar, bergantung pada kondisi gulma di lapangan. Jika menggunakan
herbisida, nozzle penyemprotan sebaiknya diberi pelindung agar tidak
mengenai daun dan posisi nozzle + 20 cm di atas permukaan tanah.
24
Panen dan Prosesing Hasil
Daun di bawah tongkol dapat diambil pada saat tongkol telah mulai berisi,
dan brangkasannya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi.
Pemanenan daun di bawah tongkol yang digunakan untuk pakan sekaligus
bertujuan untuk mencegah perkembangan penyakit busuk daun. Oleh
karena itu, sebelum panen sebaiknya dilakukan pemangkasan bagian
tanaman di atas tongkol pada saat biji telah mencapai masak fisiologis atau
kelobot mulai mengering atau berwarna coklat. Bagian tanaman yang
dipangkas tersebut dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Panen
sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah, kadar air biji + 30%, biji telah
mengeras dan telah membentuk lapisan hitam (black layer) minimal 50% di
setiap barisan biji.
Selanjutnya, tongkol yang sudah dipanen segera dijemur. Jika kadar air
biji selama pengeringan telah mencapai + 20%, jagung dipipil dengan alat
pemipil. Biji yang telah dipipil dijemur kembali hingga kadar air 14% dan siap
dipasarkan. Jika kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk menurunkan
kadar air biji karena mendung selama beberapa hari, maka pengeringan
disarankan menggunakan alat-mesin pengering agar biji jagung tidak
ditumbuhi jamur. Alat-mesin pengering yang digunakan dapat dari tipe flat
bade dengan bahan bakar minyak tanah atau solar.
25
PENUTUP
PTT bukan paket teknologi, tetapi merupakan pendekatan dalam budi daya
yang mengutamakan pengelolaan tanaman, lahan, air, dan OPT secara
terpadu, dalam upaya peningkatan produktivitas, efisiensi usahatani, dan
kelestarian lingkungan. Komponen teknologi yang diterapkan dengan
pendekatan PTT memiliki hubungan sinergestik antara yang satu dengan
yang lain dan bersifat spesifik lokasi yang ditentukan berdasarkan PRA (Rural
Rapid Appraisal) atau penelaahan partisipatif dalam waktu singkat yang
dilakukan oleh suatu tim dengan berbagai disiplin ilmu, sehingga komponen
teknologi yang akan diterapkan harus disesuaikan dengan dinamika kondisi
lingkungan. Komponen teknologi yang diterapkan dengan pendekatan PTT
perlu mendapat perbaikan secara terus-menerus, sesuai dengan dinamika
kondisi lingkungan setempat.
Berbeda dengan program intensifikasi, teknologi PTT bersifat spesifik
lokasi dan diterapkan secara partisipatif. Selama ini, dalam penerapan PTT,
petani dan petugas bersama-sama ke lapangan untuk mengidentifikasi
permasalahan dan memilih komponen teknologi yang akan diterapkan
untuk memecahkan permasalahan tersebut, sesuai dengan keinginan
petani dan kondisi lingkungan setempat. Bimbingan dan pendampingan
secara intensif oleh pihak yang kompeten diperlukan agar petani dapat
menerapkan PTT dengan benar.
26
BAHAN BACAAN
Akil, Muhamad, M. Rauf, A.F. Fadhly, I.U. Firmansyah, Syafruddin, Faesal, A.
Dahlan, R. Efendi, A. Najamuddin, R.Y. Arvan, A. Kamaruddin, dan E. Y.
Hosang. 2003. Teknologi budi daya jagung untuk pangan dan pakan
yang efisien dan berkelanjutan pada lahan marginal. Laporan Akhir
2003 Balitsereal.
BPS dan Ditjen Tanaman Pangan. 2003. WWW.deptan.go.id
Erdiman dan Syafei. 1994. Pengaruh inkubasi fosfat (TSP) dengan bahan
organik dan kapur terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea
mays L.) pada tanah PMK Sitiung. Risalah Seminar Balai Penelitian
Tanaman Pangan Sukamandi 5:67-76.
Kasryno, F. 2002. Perkembangan produksi dan konsumsi jagung dunia
selama empat dekade yang lalu dan implikasinya bagi Indonesia.
Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung di
Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang Pertanian.
Mink, S.D., P.A. Dorosh, and D.H. Perry. 1987. Corn production systems. In
Timmer (Ed.). The corn economy of Indonesia. p. 62-87.
Pingali, P. 2001. CIMMYT 1999/2000: world maize facts and trends. Meeting
World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for
the Public Sector. CIMMYT. Mexico
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2002. Potensi
lahan pengembangan jagung di Indonesia. Bahan Pameran pada
Festival Jagung Pangan Pokok Alternatif di Bogor, 26-27 April 2002.
Soeharsono, Supriadi, dan Prayitno. 2004. Potensi dan pengelolaan limbah
pertanian dalam mendukung ketersediaan pakan ternak sepanjang
tahun di lahan kering. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
dan Ekspose Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis. Malang,
8-9 September 2004.
Sri Adiningsih, J. Sri Rochayati, Moersidi S., dan A. Kasno. 1997. Prospek
penggunaan pupuk fosfat alam untuk meningkatkan budi daya
pertanian tanaman pangan di Indonesia. Dalam: Penggunaan pupuk
fosfat alam mendorong pembangunan pertanian Indonesia yang
kompetitif. Kerja sama Departemen Pertanian dengan PT Pupuk
Sriwidjaya dan PT Maidah. p. 25-29.
Subandi dan Zubachtirodin. 2004. Prospek pertanaman jagung dalam
produksi biomas hijauan pakan. Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat.
Mataram, 31 Agustus – 1 September 2005.
27
Subandi, A.F. Fadhly, and E.O. Momuat. 1998. Fertilization and nutrient
management for maize cropping in Indonesia. Paper presented on
the 7th Asian Regional Maize Workshop. PCARRD Los Banos, Laguna,
Philippines, 23-27 February 1998.
Subandi, F. Kasim, M. Basir, W. Wakman, Zubachtirodin, I. Uddin Firmansyah,
dan M. Akil. 2003. Highlight Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002.
Balai Penelitian Tanaman Serealia. 24 p.
Subandi, I.G. Ismail, dan Hermanto. 1998. Jagung: teknologi produksi dan
pascapanen. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 57 p.
Subandi, S. Saenong, Zubachtirodin, A. Najamuddin, S.L. Margaretha, I.U.
Firmansyah, A. Buntan, N. Widiyati, A. Hippi, dan Rosita. 2005.
Peningkatan produktivitas tanaman jagung pada wilayah
pengembangan melalui pengelolaan tanaman terpadu. Laporan
Akhir Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Swastika, D.K.S. dan W. Sudana. 2001. Characteristic of maize production
system in Indonesia. CIMMYT and Center for Agro-Socio-economic
Rresearch Republic of Indonesia. 35 p.
Syafruddin dan S. Saenong. 2006. Petunjuk penggunaan bagan warna daun
(BWD) pada tanaman jagung. Balitsereal. Maros.
Yasin, S., Yulnafatmawati, dan N. Hakim. 1997. Teknologi inkubasi TSP dengan
pupuk kandang untuk meningkatkan efisiensi pemupukan jagung
pada tanah masam. STIGMA (1):129-135.
i
Panduan Umum
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian
2008
ii
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS
Kepala Badan Litbang Pertanian
Ketua : Prof. Dr. Ir. Suyamto
Kepala Pusalitbang Tanaman Pangan
Anggota : Ir. Zubachtirodin, MS
Dr. M.S. Pabbage
Dr. Sania Saenong
Badan Penelitian dan Pengambangan Pertanian
Jl. Ragunan No. 29 Pasarminggu, Jakarta Selatan
Telp. : (021) 7806202
Faks. : (021) 7800644
Email : kabadan@litbang.deptan.go.id
Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan
Jl. Merdeka No.147 Bogor, Jawa Barat
Telp. : (0251) 334089
Faks. : (0251) 312755
Email : crifc1@indo.net.id atau crifc3@indo.net.id
Balai Penelitian Tanaman Serealia
Jl. Ratulangi No.274 Maros, Sulawesi Selatan
Telp. : (0411) 371529
Faks. : (0411) 371961
Email : balitsereal@plasa.com
iii
Pengantar
Kebutuhan jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan.
Dewasa ini kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan
nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya
usaha peternakan, terutama unggas. Sementara itu produksi jagung
dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga
kekurangannya dipenuhi dari jagung impor.
Ditinjau dari sumber daya yang dimiliki, Indonesia mampu berswasembada
jagung, dan bahkan mampu pula menjadi pemasok jagung
di pasar dunia. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan berbagai dukungan,
terutama teknologi, investasi, dan kebijakan. Secara teknis, upaya
peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui
perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang
dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah
menerapkan teknologi dengan pendekatan Pengeloaan Tanaman Terpadu
(PTT). Dalam pengembangannya, PTT tidak menggunakan pendekatan
paket teknologi, melainkan dengan pendekatan penerapan teknologi untuk
memecahkan masalah usahatani di wilayah tertentu dan bersifat spesifik
lokasi dengan bantuan para penyuluh dan petugas pertanian. Tujuan utama
penerapan PTT adalah untuk meningkatkan produksi, pendapatan petani,
dan menjaga kelestarian lingkungan.
Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian di berbagai daerah dan
agroekosistem, terutama lahan kering dan lahan sawah. Selain diperuntukkan
bagi penyuluh pertanian untuk dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan PTT jagung di wilayah kerjanya, panduan ini diharapkan
dapat pula digunakan sebagai acuan dalam pelatihan PTT jagung di daerah,
baik yang diselenggarakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
maupun Dinas Pertanian dan institusi terkait lainnya.
Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar